METRO ONLINE,LUWU UTARA -- Tak terima dikonfirmasi terkait pungutan biaya pembuatan sertifikat tanah di Dusun Rante Paccu, Desa Baebunta, Kecamatan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara, Sulsel.
Melalui telepon selular, Pjs Kepala Desa Baebunta, Aslan berang dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada awak media yang menghubunginya.
"Kurang ajar, saya tidak pernah menyuruh atau menginstruksikan aparat desa saya untuk melakukan pungutan biaya," ujarnya dengan nada tinggi, Rabu (19/08).
Sebelumnya diketahui di Dusun Rante Paccu, desa Baebunta telah dilakukan pungutan biaya pembuatan sertifikat tanah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebesar 500 ribu.
YK, warga setempat menuturkan bahwa ia sudah membayar 500 ribu ke aparat Desa Baebunta dengan alasan pembuatan sertifikat tanah.
"Saya bayar sekitar tanggal 8 Maret 2020, sebesar 500 ribu kepada aparat desa. Pungutan biaya tersebut dengan alasan pembuatan alas hak tanah, patok, materai dan pembeli bensin karena dia yang menguruskan," ujarnya kepada awak media.
Sementara itu, Putri awak media yang menghubungi Pjs Kepala Desa Baebunta menilai sikap pejabat tersebut terlalu arogan dan tidak kooperatif dalam memberikan informasi publik.
"Padahal saya hanya bertanya kebenaran adanya pungutan tersebut, tapi dia malah sebut saya kurang ajar," kata Putri.
"Lucunya lagi, dia (Pjs Kades Baubunta) malah sok mengajarkan saya tentang kode etik jurnalistik," kunci Putri. (*)
Melalui telepon selular, Pjs Kepala Desa Baebunta, Aslan berang dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada awak media yang menghubunginya.
"Kurang ajar, saya tidak pernah menyuruh atau menginstruksikan aparat desa saya untuk melakukan pungutan biaya," ujarnya dengan nada tinggi, Rabu (19/08).
Sebelumnya diketahui di Dusun Rante Paccu, desa Baebunta telah dilakukan pungutan biaya pembuatan sertifikat tanah program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebesar 500 ribu.
YK, warga setempat menuturkan bahwa ia sudah membayar 500 ribu ke aparat Desa Baebunta dengan alasan pembuatan sertifikat tanah.
"Saya bayar sekitar tanggal 8 Maret 2020, sebesar 500 ribu kepada aparat desa. Pungutan biaya tersebut dengan alasan pembuatan alas hak tanah, patok, materai dan pembeli bensin karena dia yang menguruskan," ujarnya kepada awak media.
Sementara itu, Putri awak media yang menghubungi Pjs Kepala Desa Baebunta menilai sikap pejabat tersebut terlalu arogan dan tidak kooperatif dalam memberikan informasi publik.
"Padahal saya hanya bertanya kebenaran adanya pungutan tersebut, tapi dia malah sebut saya kurang ajar," kata Putri.
"Lucunya lagi, dia (Pjs Kades Baubunta) malah sok mengajarkan saya tentang kode etik jurnalistik," kunci Putri. (*)